Special to SBF
1. Cara Pengambilan Keputusan
Sebelum masuk ke inti, harus dijelasan terlebih dahulu dasar dalam pengambilan keputusan. Dasar dalam pengambilan keputusan ini nanti diterapkan dalam pengambilan keputusan dalam rumah tangga. Dasar pengambilan keputusan ini juga berlaku untuk seluruh aspek kehidupan. Setiap manusia harus memiliki dasar pengambilan keputusan. Menurut
saya, urutan pengambilan keputusan seperti ini :
1. Tafsir ulama terhadap quran dan hadits,
2. Pakar di bidang masing-masing,
3. Musyawarah bersama untuk mendapat mufakat.
Laki-laki atau perempuan pertama-tama haruslah mengambil keputusan berdasarkan tafsir ulama terhadap Al-quran dan hadits. Contoh: jika ulama sepakat bahwa melihara anjing tanpa ada udzur
itu tidak boleh, maka kita harus mengikuti apa yang ulama fatwakan,yakni tidak pelihara anjing tanpa adanya udzur.
Jika tafsir ulama tidak ada yang menjelaskan suatu kejadian, maka pengambilan keputusan harus berdasarkan pakar di bidang masing-masing. Contoh, cara pencegahan penyakit jantung, tidak ada
quran dan hadits yang spesifik menjelaskan penyakit jantung. Maka dari itu, kita harus ke pakarnya, yaitu dokter. Jika dokter menganjurkan untuk perbanyak olahraga, dan mengurangi makanan berminyak, maka saya akan mengambill
keputusan untuk perbanyak olahraga dan mengurangi makanan berminyak.
Jika suatu masalah tidak dijelaskan secara spesifik oleh tafsir ulama dan pakar di bidang masing-masing, maka perlunya bermusyawarah untuk mendapatkan kata sepakat. Contoh, pada saat memilih
lokasi tempat tinggal, maka diperlukan musyawarah keluarga dengan berbagai pertimbangan untuk mendapatkan mufakat.
2. Emansipasi Wanita
Berdasarkan KBBI emansipasi adalah 1. pembebasan dari perbudakan, 2. persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Itu artinya, emansipasi itu muncul sejak adanya islam. Dapat dibandingkan derajat perempuan sebelum dan sesudah adanya islam.
Dari https://wahdah.or.id/wanita-sebelum-dan-sesudah-islam/, pada zaman jahiliyah, bangsa Arab sangat membenci kelahiran perempuan, malah ada yang mengubur anaknya hidup-hidup. Deskriminasi nyataya juga gak hanya terjadi di wilayah Arab, bangsa Romawi dan Yunani juga
mendeskriminasikan perempuan.
“Dan bila salah seorang dari mereka diberitakan dengan (kelahiran) anak wanita, berubah kecewalah wajahnya dan dia dalam keadaan marah. Dia berusaha menyembunyikan dari masyarakatnya
apa yang diberitakan kepadanya. Apakah dia biarkan hidup dalam keadaan hina atau dia kubur. Alangkah jahatnya apa yang mereka hukumi.” (QS. An Nahl: 58-59)
Namun, islam datang untuk memuliakan wanita. Islam datang memberikan persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan. “Siapa yang beramal shalih dari kalangan pria dan wanita dan dia
beriman, maka pasti Kami akan memberinya kehidupan yang baik dan akan Kami berikan balasan dengan sebaik-baiknya apa yang mereka amalkan.” (QS. An Nahl: 97).
3. Laki-laki tidak sama dengan perempuan
Walaupun islam datang untuk memuliakan perempuan, perempuan tetap tidaklah sama dengan laki-laki. Perempuan dan laki-laki di desain memiliki fitrahnya masing-masing.
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain(wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shalih, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka)” [An Nisa’ : 34].
Laki-laki dan perempuan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurangan itu ada agar mereka saling melengkapi.
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah. Dia menciptakan pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya. Dan Dia menjadikan di
antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” (Ar-Rum : 21).
Laki-laki yang tidak sama dengan perempuan bukan berarti derajat laki-laki lebih tinggi atau derajat perempuan lebih tinggi. Tinggi derajat manusia tergantung iman, bukan tergantung gender.
4. Kewajiban Suami dan Istri
Baik suami dan istri masing-masing memiliki kewajiban masing-masing yang harus dijalankan. Dari Rumaysho.com dan konsultasisyariah.com, muslim.or.id, berikut poin-poin kewajiban dari suami dan istri yang terangkum.
4. 1 Kewajiban Suami
- Menjadi Pemimpin dalam Rumah Tangga
Dalam rumah tangga, laki-laki merupakan pemimpin untuk rumah tangganya. Serendah apapun pendidikan suami dan setinggi apapun jabatan istri, suami tetaplah pemimpi dalam rumah tangga. Maka,
laki-laki wajib memberikan keputusan akhir pada setiap perkara. Namun, keputusan tersebut harus diputuskan dengan bijak dan adil.
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Hal ini karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa’ [4]: 34)
- Memberi nafkah, pakaian, dan tempat tinggal
Memberi nafkah, pakaian, dan tempat tinggal kepada keluarganya merupakan kewajiban dasar rumah tangga. Nafkah, pakaian, dan tempat tingal tersebut tentunya harus dari harta yang halal. Allah pasti akan mencukupkan
rezeki hamba-Nya.
“Bertakwalah kepada Allah pada (penunaian hak-hak) para wanita, karena kalian sesungguhnya telah mengambil mereka dengan amanah Allah dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan
kalimat Allah. Kewajiban istri bagi kalian adalah tidak boleh permadani kalian ditempati oleh seorang pun yang kalian tidak sukai. Jika mereka melakukan demikian, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakiti. Kewajiban
kalian bagi istri kalian adalah memberi mereka nafkah dan pakaian dengan cara yang ma’ruf” (HR. Muslim no. 1218).
Berdasarkan Hadits Riwayat Muslim. Menafkahi keluarga itu lebih besar pahalanya dibandingkan
menginfakkan uang untuk kepentingan berjihad, memerdekakan budak, maupun sedekah untuk fakir miskin.
“Dinar (uang) yang kamu infakkan (untuk kepentingan berjihad) di jalan Allah, dinar yang kamu infakkan untuk memerdekakan budak, dinar yang kamu sedekahkan
untuk orang miskin, dan dinar yang kamu infakkan untuk (kebutuhan) keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah dinar yang kamu infakkan untuk keluargamu” (HR. Muslim 2358).
- Memberikan perlindungan
Laki-laki harus dapat memberikan perlindungan kepada keluarganya baik berupa fisik maupun mental.
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan),
dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya.” (an-Nisa’: 34)
- Memberikan pendidikan
Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan agama maupun pendidikan ilmu-ilmu bermanfaat. Mendidik berarti mencakupi mengajarkan ilmu dan akhlak, menuntun, mengingatkan jika ada kesalahan
yang dilakukan anggota keluarganya.
“Kewajiban bagi seorang muslim adalah mengajari keluarganya, termasuk kerabat, budak laki-laki atau perempuannya. Ajarkanlah mereka perkara wajib yang Allah perintahkan dan larangan
yang Allah larang.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 59)
Jika, ilmu laki-laki tersebut kurang, maka laki-laki tesebut juga harus memberikan fasilitas pendidikan. Fasilitas pendidikan yakni berupa buku atau kursus jika suami sanggup. Contoh paling simpel pada zaman industri 4.0 yakni memberikan fasilitas kuota untuk belajar online. Cara pemberian pendidikan juga dapat dilakukan dengan cara lain tergantung kesepakatan keluarga.
“Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan istrinya lalu si istri mengerjakan shalat.
Bila istrinya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah istrinya. Semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan suami lalu si suami mengerjakan shalat. Bila
suaminya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah suaminya.” (HR. Abu Daud no. 1450, An Nasai no. 1610, dan Ahmad 2: 250)
- Quality time
Quality time ini berupa perhatian kepada istri ataupun waktu bersama dengan istri. Pengaplikasiannya bisa bermacam-macam, yakni dapat keluar bersama ataupun ngobrol intensif di rumah. Semua tergantung kebutuhan keluarganya.
Ia pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam safar. ‘Aisyah lantas berlomba lari bersama beliau dan ia mengalahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala ‘Aisyah sudah bertambah gemuk, ia berlomba lari lagi bersama Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun kala itu ia kalah. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ini balasan untuk kekalahanku dahulu.” (HR. Abu Daud no. 2578 dan Ahmad 6: 264)
- Menggauli dengan cara yang baik
Istri memang memiliki kewajiban memenuhi kebutuhan biologis suami. Tetapi suami harus menggauli perempuan dengan cara yang baik. Menggauli yang baik salah-satunya tidak melanggar syariat
agama. Sebenernya masih banyak lagi tata cara menggauli, tetapi cukup disini terlebih dahulu karena akan lebih panjang lagi.
“Dan bergaullah dengan mereka dengan baik.” (QS. An Nisa’: 19).
- Berlemah lembut kepada istri
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasul bersabda "Wanita itu bagaikan tulang rusuk, bila kamu memaksa untuk meluruskannya, niscaya kamu akan mematahkannya, dan
jika kamu bersikap baik, maka kamu dapat berdekatan dengannya, meski padanya terdapat kebengkokan (ketidaksempurnaan).” (HR. Bukhari)
- Membantu istri di rumah
Dari Al-Aswad, ia bertanya pada ‘Aisyah, “Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan ketika berada di tengah keluarganya?” ‘Aisyah menjawab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membantu pekerjaan keluarganya di rumah. Jika telah tiba waktu shalat, beliau berdiri dan segera menuju shalat.” (HR. Bukhari,
no. 6039)
4. 2 Kewajiban istri
- Mentaati perintah suami atau Menghargai Keputusan suami dalam hal yang baik
Mentaati perintah suami merupakan sesuatu yang wajib selama perintah tersebut tidak melanggar syariat.
Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251).
“Tidak ada ketaatan dalam perkara maksiat. Ketaatan itu hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (kebaikan).” (HR. Bukhari no. 7145 dan Muslim no. 1840)
Perempuan dilarang kufur atau mengingkari pemberian suami. Artinya, perempuan wajib menghargai pemberian suami. Penghargaan tersebut dapat dituangkan dalam bentuk lisan ataupun perbuatan.
“Kenapa para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Disebabkan kekufuran mereka.” Ada yang bertanya kepada beliau, “Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami)” (HR. Bukhari no. 5197 dan Muslim no. 907)
- Memenuhi Kebutuhan Biologis Suami
Kebutuhan biologis/seksual merupakan kebutuhan dasar suami yang harus dipenuhi istri. Selain itu terdapat dampak negatif terhadap psikologis suami jika istri tidak mau memenuhi kebutuhan
tersebut.
“Jika seorang pria mengajak istrinya ke ranjang, lantas si istri enggan memenuhinya, maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu Shubuh” (HR. Bukhari no. 5193 dan Muslim no. 1436).
- Tidak menyakiti suaminya
Menyakiti yang dimaksud bukanlah menyakiti fisiknya, melainkan harga dirinya. Contoh menyakiti yakni saat suami telah berusaha memberikan nafkah, tapi istri justru menghina suami karena
merasa nafkah tersebut tidaklah cukup.
“Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya di dunia melainkan istrinya dari kalangan bidadari akan berkata, “Janganlah engkau menyakitinya.
Semoga Allah memusuhimu. Dia (sang suami) hanyalah tamu di sisimu; hampir saja ia akan meninggalkanmu menuju kepada kami”. (HR. Tirmidzi no. 1174 dan Ahmad 5: 242)
- Tidak meminta cerai tanpa ada alasan yang dibenarkan.
“Wanita mana saja yang meminta talak (cerai) tanpa ada alasan yang jelas, maka haram baginya mencium bau surga.” (HR. Abu Daud, no. 2226; Tirmidzi, no. 1187; Ibnu Majah, no. 2055)
5. Istri dan cita-citanya
Terdapat banyak perempuan-perempuan yang memiliki kecerdasan diatas laki-laki. Bahkan banyak perempuan-perempuan berprestasi yang mempunyai peran dalam perubahan dunia. Dalam dunia karir,
perempuan memiliki kelebihan yang tidak dimiliki laki-laki. Kelebihan tersebut dapat dimanfaatkan untuk memberikan pengaruh positif untuk lingkungannya.
Jadi inget, banyak perempuan-perempuan yang berpengaruh dalam kehidupan saya. Yang paling berpengaruh yang pasti itu ibu. Lalu ketika SD, rasio perbandingan guru laki-laki dan perempuan
adalah 1:5. Artinya, saya dididik oleh 5 guru perempuan dan 1 guru laki-laki. Ketika SMP dan SMA, mayoritas guru adalah guru perempuan. Waktu SMA, guru Bahasa Indonesia, Inggris, Jerman, Matematika, fisika, kimia, biologi,
agama, ekonomi, sejarah, sosiologi saya adalah perempuan.
Cuma, saya gak pernah ketemu guru olahraga itu perempuan. Tapi jangan sangka, pelatih silat saya itu perempuan. Dia juga orang yang paling berjasa mengantarkan saya mengikuti perlombaan-perlombaan
silat.
Setelah perempuan menikah, maka kedudukannya adalah istri yang menjadi tanggungjawab suami. Setelah menikah tidak ada kewajiban perempuan untuk bekerja atau menjadi wanita karir. Saya tidak
mematok perempuan itu harus menjadi apa. Menjadi wanita karir atau ibu rumah tangga. Saya mengikuti apa yang naluri perempuan itu inginkan.
Menurut saya, ibu rumah tangga adalah suatu pekerjaan/profesi. Saya percaya bahwa pekerjaan rumah tangga bukanlah hal yang mudah. Pekerjaan tersebut mulia dan tidak kalah mulia dengan wanita
karir. Perempuan dapat memaksimalkan waktu di rumah dengan ibadah seperti sholat dhuha, perbanyak baca quran, buku, menonton kajian, mendoakan keluarganya dan lain-lain. Selain itu, ibu rumah tangga dapat memaksimalkan waktunya
untuk lebih dekat dengan anak.
Tapi, tidak ada larangan juga jika perempuan memilih sebagai wanita karir. Istri boleh menjadi wanita karir dengan syarat karir tersebut tidak membuat istri meninggalkan kewajibannya sebagai
istri dan ibu. Selain itu, pekerjaannya tidak boleh melanggar syariat agama, seperti bekerja di tempat yang haram, pekerjaan yang mengharuskan membuka aurat, dll. Lebih baik lagi, jika pekerjaan istri memiliki manfaat yang
besar untuk lingkungan. Begitu pula dengan suami.
6. Prinsip kepemimpinan suami
Dari seluruh penjabaran di atas, dapat ditarik kesimpulan bagaimana suami menjalani kempemimpinan rumah tangga yang ideal menurut saya. Seorang suami dasarnya harus memiliki tanggungjawab.
Seorang suami harus menjalankan kewajiban-kewajiban yang terdapat pada poin 4.1. Lalu, seorang suami harus mengambil keputusan seperti pada poin 1, yakni mengambil keputusan berdasarkan tafsir ulama terhadap al-quran dan hadits, pakar di bidangnya, dan musyawarah mufakat. Jika keputusan tersebut adil, suami harus tegas jika ada yang tidak sesuai dengan
sunnah dalam keluarganya.