jika menulis adalah sebuah Hobi, maka tak perlu alasan lagi mengapa saya menulis

Minggu, 22 Oktober 2017

Penyesalann Terbesar

“Komisariat PSHT Unsoed, banyak kenangan tercipta disana. Apa kenangan yang paling membekas di hati? Apakah pada saat saya bisa meraih prestasi? Bukan! Pada saat saya menjadi ketua umum PSHT Unsoed? Atau saat saya telah menjadi warga/pelatih?  Bukan juga.  Meraih prestasi, menjadi ketua umum ataupun menjadi warga adalah kenangan manis yang membekas. Tapi menurut perasaan saya, kenangan paling membekas ada dua, yang pertama pada saat saya berhasil mensahkan siswa menjadi warga baru. Dan yang kedua, terjadi pada saat saya masih siswa, tepatnya pada saat sabuk prapolos, menjadi satu-satunya kisah asmara saya di PSHT Unsoed, hehe.”

Disana, PSHT Unsoed saya temukan seseorang. Seseorang yang membuat saya dapat melupakan orang yang saya suka waktu SMA. Seseorang yang akhirnya pergi, dan tidak akan bisa saya miliki. Sebenarnya, saya belum dapat izin untuk bercerita hal ini padanya. Jadi saya inisial saja W. Kalau sudah mendapat izin, baru sebut nama panjangnya saja. Sebenernya sekarang (18 Agustus 2018) sudah tau deng orangnya.

Kisah berawal saat semester 1,  pada saat baru 2 bulan latihan di UKM PSHT. Pukul 19.30 tepat, saya menuju ke pendopo PKM tempat biasa saya latihan silat. Di pendopo itu kami berdiri sambil menunggu pelatih. Saya tengokan wajah saya  agak serong ke kanan, saya terfokus pada seorang wanita yang sedang terdiam di tengah keramaian. Pandangannya fokus ke depan. Parasnya cantik dan imut, membuat saya lama wajahnya. Saya bertanya dalam hati, siapa dia?

Saat sesi perkenalan, ternyata dia bernama W, siswa baru dari Ilmu gizi. Saya menyandang bahwa dia adalah siswa paling cantik waktu itu. Walaupun begitu, saya lupa dengan namanya karena waktu itu saya memang kurang peduli mendengar. Saya bertanya dalam hati, siapa dia, secepat itu pula saya luma dengan namanya.

Keesokan hari, saya membuka facebook, saya melihat ada permintaan pertemanan, dari W. Saya pernah mendengar nama ini, tapi saya kapan ya? Ketika saya buka dan lihat foto profilnya, oh ternyata dia adalah siswa baru itu.  Ternyata namanya W.
Hari demi hari terlewat hingga hari menemukan kami pada latihan berikutnya.Ketika selesai latihan kami memulai perbincangan untuk pertama kalinya. Waktu itu pukul 23.00, sekertariat menjadi saksi saat kami sedang mengambil tas dan berpapasan, lalu dia berkata:
“Hilman, kamu dari fisika ya?”
“Iya. Kenapa?” 
“Gak apa, oya hilman aku tadi SMS kamu pas sore”
“Oh ya? HP gua di kosan jadi belum sempet cek deh”
Dari cara tutur kata bicaranya, saya simpulkan bahwa ia merupakan sosok yang lemah lembut, dengan senyum yang manis. Seseorang yang relatif pendiam jika dalam keramaian.
Dia bergegas pulang sendirian dengan jalan kaki. Sebenernya saya ingin mengantarnya dengan motor saya, tapi saya sangat ragu untuk mengatakan hal tersebut. Saya hanya bisa memandangnya dari teras sektretariat ketika dia berjalan kaki. Tiba-tiba saudara saya, Pipit  sambil tersenyum jahat berkata pada saya,
“Hilman, ngeliatin W mulu”
“Hah! Enggak!”
“W! Bareng sama Hilman!” Pipit memanggil W. Sialan
Akhirnya W mau saya antarkan pulang. Dagdigdugdagdigdug tetapi senang. Di tengah perjalanan, saya berinisiatif membuka perbincangan.
“W,  asalnya dari mana?”
“Dari Pekalongan, sebenernya sih di Batang,sebelahan sama Pekalongan.  Cuma orang-orang kurang tau batang  itu daerah mana,makanya aku bilang di Pekalongan,” W berbicara khas dengan logat Jawanya.  Perbincangan sekitar 10 menit di atas motor pun selesai di depan kosannya.

Besok hari saya melihat layar facebook, saya lihat W sedang Online. Saya ingat bahwa ia pernah berkata bahwa ia pernah SMS saya, tapi di Hp tidak ada pesan masuk. Penasaran dengan isi SMSnya, saya buka percakapan dia? Perbincangan berjalan cepat, dia membalas kurang dari semenit. Sementara saya juga demikian. Dari perbincangan tersebut menghasilkan nomor handphonenya yang catat di HP, begitupun dia. LAMPU HIJAU DARI CEWEK CANTIK MEN!

Setelah kejadian tersebut, kami sering berkomunikasi lewat SMS, Facebook, maupun pada saat latihan. Seringkali dia memulai komunikasi lewat SMS atau Facebook dahulu. Kami saling balas membalas cepat.  Dan kamipun, berangkat dan pulang latihan selalu bersama. Sebuah hal yang membuat saya merasa dekat dengannya. Begitupun para pelatih maupun siswa-siswa.
Respon  timbal balik dengannya begitu positif. Dia sering menekan tombol like di status facebook saya, sayapun melakukan demikian. Entah saya menjadi satu-satunya atau salah satunya. Tetapi, saya merasa dia tertarik dengan saya, saya rasa diapun tahu bahwa saya merasa tertarik dengannya. Sedikit demi sedikt, isi fikiran saya perlahan berubah dari seseorang, ke seseorang lainna,  walau tak sepenuhnya.
Waktu berjalan hingga kedekatan kami sampai puncak. Siang menuju waktu sore. Dinding facebook menjadi saksinya,
“Lagi apa?” Saya inisiatif mengirim chat.
“Lagi chat aja sama Hilman. Hilman lagi apa?”
(SKIP)
“W suka nonton film gak?”
“tergantug filmnya dong”
“Lu biasanya suka nonton apa?”
“Pokok’a bukan horor sma robot”
“Film sekarang yang seru apa aja?”
“kmrn aku udh nntn 99 chy d eropa cuman br part 1. yg keren film soekarno,, trus laskar pelangi2 (edensor) sm kt.a tenggelamnya kapal van der wijc tp g tw tuh nakutin apa engga”
“film animasi ada ga?” saya bertanya film animasi
“Hobbit tuh, kayanya ada film animasinya”
“Nonton yuk” Saya mengajak  dia menonton, dan berharap dia menerima ajakan saya.
“Boleh”
(SKIP)
Intinya dengan basa-basi diawalnya, akhirnya kami menentukan jadwal kapan kami menonton film di layar lebar. Film tersebut berjudul The Hobbit: The desolation Of Smaug.



4 Januari 2014. Sore itu, kami berdua menuju bioskop rajawali.  Hingga sampai di parkirannya.
“Hilman motornya taruh di tempat yang ada atapnya aja, nanti ujan helmnya basah”, Tepat di parkiran Bioskop
“Disini aja”, Jawab saya singkat
Dalam bioskop, sebelum film The hobbit dimulai, kami saling menatap dan tersenyum dalam perbincangan ringan layaknya manusia yang baru mengenal cinta. Terlihat dia lebih cantik dari biasanya, ya dia sedang cantik-cantiknya. Hari ini, saya tidak lagi memandangnya diam-diam seperti pertama kali saya melihatnya, karna kami saling memandang satu sama lain. Saya tidak ingin menyudahi pembicaraan. Saya ingin menatap dia berbicara dengan senyumnya lebih lama lagi, tetapi film segera dimulai.
Saya tidak terlalu mengerti dengan film tersebut. Film tersebut juga berakhir menggantung ceritanya. Ternyata film tersebut merupakan film ke 2 dari trilogi filmnya.
Film berakhir dengan naga terbang, tapi bukan ala Indosiar. Kami keluar dari pintu bioskop untuk menyegerakan pulang. Ternyata sore telah terlewat, dan waktu memasuki magrib. Terlihat genangan-genangan air hujan. Ternyata hujan turun ketika kami di sedang menikmati film. Sekarang hujan sudah reda, tetapi sisa hujan membekas di helm kami.
“Tuhkan ”  Dia melihat helmnya yang terlanjur basah. Terpaksa kami bergegas berkendara dengan helm, air dan rambut menjadi satu. Kami  bergegas menuju masjid  Mafaza untuk melaksankan sholat magrib. Setelah selesai sholat, saya menuju tempat perempuan.  Disana, dia telah termenung menunggu saya. Saya memandang dia begitu lama. Hati saya merasa tersentuh melihatnya.
“Ayuk” Saya panggil dia dengan senyum yang ditahan.
“Makan yuk”
“Boleh, dimana?”
Malam ini dingin dengan perut yang sudah keroncongan, akhirnya kami memutuskan ke tempat makan favorit anak kos, burjo.  Di lihat dari raut wajahnya, sepertinya dia bukan orang yang biasa makan di burjo. Kami berbincang tentang tempat makan favorit, dan memang  ternyata selera lidah kita hampir sama, yang membedakan  kalau saya siap makan dimana saja.
Waktu berjalan begitu singkat, padahal banyak hal yang telah kami lewati. Waktu memaksa kami untuk menuju ke teras kosannya Disana, sebelum saya pulang, kami berbicara singkat.
“Hei...”
“Iya....”
Saya terdiam untuk sementara. Malam itu di depan teras kosnya,  suasana begitu sepi. Saat itu, adalah kesempatan terbesar, untuk mengikatnya menjadi milik saya. Menggenggamnya hingga waktu yang entah sampai kapan. Namun, hati saya berkata, saya masih berharap untuk mendapatkan seseorang yang saya sebut cinta pertama. Seseorang yang pernah menyentuh dasar hati, dia adalah teman SMA saya.  Lagipula dari awal niatnya bermain denganya hanya sebatas teman.
“Gajadi, Gue balik dulu ya”
“Oh iya, makasih ya, hati-hati,  hilman.”

Tidak terjadi apapun malam itu. Saya telah menyukainya, tetapi saya belum yakin untuk mengatakan rasa ingin memiliki. Saya takut jika hati saya masih berharap dengan yang lainnya . Malam itu terlewat dengan sia-sia. Saya kembali ke kosan, lalu tertidur pulas.

Hari demi hari berlalu, saya yang sedang santai dalam beranda Facebook.
“Apa kabar man?” Tanpa angin dan badai, seseorang yang spesial mengirim SMS saya lewat Facebook.
“Baik, **** Apa  kabar?”
Pesan demi pesan saya balas dengan begitu antusias. Dia bukan W, dia adalah First Love. Harapan saya kepadanya untuk memilikinya yang sudah luncur, tiba-tiba pulih dengan hitungan detik.Haha.
Akibat dari kejadian itu, perlahan keseriusan kepada W mulai memudar.  
Namun sikap saya seperti mendapatkan akibat. Di malam latihan itu, saya merasa sikapnya tidak seperti biasanya. Dia mulai menjauh dari saya. Semua hal tersebut memunculkan pertanyaan dari hati saya,”Mengapa sikapnya berubah?” 

Liburan semesterpun tiba, saya pulang ke rumah sekitar 1 setengah  bulan. W yang dahulu ramah,sekarang terasa berbeda. Di balik selimut, saya setia menunggu balasan darinya SMS darinya. Resah begitu terasa menunggu balasan SMS yang sebelumnya semenit sekali menjadi lebih dari sejam sekali. Tiap terdengar nada dering SMS masuk, secepat kilat saya buka HP saya. Resah berubah menjadi rasa lega, saat dia membalas SMS saya. Namun sangat menyebalkan ketika orang lain apalagi operator.
 Di Facebook, saya habiskan waktu saya untuk menunggu pemberitahuan “W Menyukai Status Anda” sambil beruring seperti orang sakit.
Ingin saya katakan,”Kenapa berubah? Saya menginginkannya yang ramah seperti kemarin.Saya bertanya dalam hati,”Apakah dia teringat kembali pada cinta pertamanya?  Atau karena ada orang lain? Atau karena saya yang membosankan dan begitu dingin?”
Lebih dari sebulan liburan di Jakarta, kehidupan saya dihabisi dengan menguring di kasur karena ada satu pertanyaan yang takut saya tanyakan, ”Lu suka sama gua gak sih?”. Seringkali teman saya mengajak saya bermain Playstation, tetapi 80% dari ajakan tersebut saya tolak.  Seseorang yang saya fikirkan,  yaitu ia.
First love yang pernah datang bertanya kabar, kini hilang kembali entah kemana. Tetapi saya hanpir tidak memikirkan tentang dia lagi. Hampir 100% fikiran saya beralih memikirkan seseorang yang saya kenal lewat latihan  pencak silat.
Liburan berakhir, di Jakarta begitu merindukannya, tetapi mengapa setelah saya kembali ke Purwokerto, untuk ketemu W menjadi ragu. Sepertinya saya tidak bisa seperti dahulu, seperti pertama bertemu. Rasa risih untuk bertemu, sudah membayangi kepala.
Jok motor bagian belakang sudah tidak pernah terisi lagi olehnya ketika pergi maupun pulang latihan. Kini, kami menjauh satu-sama lain. Namun aku berharap dia mendekat. Apakah dia juga berharap sebaliknya?
Hari berjalan hingga sampai dimana ia tidak pernah saya pandang lagi. Dia berhenti dari latihan  PSHT. Saya juga ingin berhenti latihan saja. .
Waktu berjalan hingga pada minggu fajar itu. Minggu pagi ini, ada latihan wajib pagi. Badan begitu lemas dan kantuk masih menyelimuti mata. Bolos latihan lalu melanjutkan tidur adalah jalan terbaik. Namun sebelum melanjutkan tidur, saya buka laptop sekedar iseng-iseng membuka Facebook.
Dan “Jeder!”  Suara apa itu? Seperti suara geledek, tapi geledeknya datangnya dari jantung saya sendiri. Hari itu “nyelekit” sekali. Di beranda facebook itu muncul “W berpacaran dengan seseorang”. Seolah percaya tidak percaya, seketika jantung memompa darah seolah lebih cepat. Rasa kantuk menghilang dalam hitungan detik. Terdiam dan sepertinya sangat buruk untuk tetap berada di balik selimut. Lebih baik saya latihan pagi ini. Mengurangi beban pagi ini.
Sekaran jelas kenapa dia berubah. Semula dia yang hangat, selalu jadi orang yg pertama memulai chat, lalu beruba seketika menjadi oran yang digin. Jika saya berkata,”W hanya sekedar teman biasa. Saya masih mencintai First Love,” Maka saya telah berbohong karena kenyataanya saya telah berpindah hati. Dia, yang telah membuat saya bisa melupakan yang seseorang yang spesial.
“W, ingin saya bercerita banyak. Mengapa tidak saya tembak saja kamu ketika malam itu di depan teras kosanmu, ketika dia sedang cantik-cantiknya. Mengapa begitu bodohnya masih berharap cinta pertama kalau dia itu ada dimata hanya sementara. Dia orang yang pertama kali saya ajak menonton. Sekarang hanya tersisa dua  tiket bioskop bekas kita menonton film tersebut yang saya simpan sampai orang lain mendapatkanya. Kupandang 2 tiket tersebut, terasa begitu menyakitkan. Dengan nafas panjang, saya sobek kedua tiket tersebut lalu kubuangnya ke dalam plastik sampah.
Mungkin first love adalah orang yang paling dalam menyentuh hati. Namun dia dapat menggantikannya, sebelum menjadi penyesalan tersebesar.”

Rasa sakit yang saya alami tidak membuat saya terjatuh, justru membuat saya terpecut berusaha menjadi lebih baik lagi.  Terutama di UKM PSHT Unsoed, tempat pertama kali kami bertemu. Rasa malas untuk latihan hilang. Penyebab mengapa saya bisa menjadi atlet, warga ataupun pelatih tidak terlepas darinya. Saya senang ketika waktu sabuk polos lalu dapat juara 1, lalu dia mengetahuinya dan memberi ucapan selamat walau hanya via Facebook. Saya ingin katakan, “bukan karna gue hebat, tetapi karena peran lu jadian sama yang lain yang buat gua terpecut.”

Hal menyesakkan tersebut berlalu. hari demi hari, Harapan saya kepada W sudah hilang. Sekarang, bahkan saya hampir tidak pernah memikirkannya. Sekarang dia sudah tidak kuliah di Unsoed lagi, melainkan pindah ke STAN, daerah Bintaro. . Saya ingat, hari ini tanggal 22 Oktober, tanggal W lahir dan saya akan ucapkan,”selamat ulang tahun ya” di Pesan Facebooknya..

Dahulu, saya kira saya tidak bisa melupakan first love. Tapi, dari kejadian ini, saya sadar kalau hati bisa dengan mudah terbolak-balik. Saya yakin bisa menyukai orang lagi. Belajar tidak melakukan hal ceroboh lagi, menyia-nyiakan  kesempatan dan menjadikan hal tersebut penyesalan terbesar Mungkin suatu saat, saya akan meminta persetujuaan untuk menaruh namanya disini, di tulisan ini jika saya siap.  Agar tidak menjadi sekedar inisial saja.

Saya ada sedikit PUISI tentang masa lalu kedihupan itu, hehe
has been Deleted



Share: