25 September 2019 pukul 12.30.
Di siang itu, seminar Proposal atau semprop baru saja usai. Seminar proposal ini begitu menguras tenaga dan energi juga memakan hati saat ada pertanyaan di luar dugaan dan saya menjawab dengan bingungnya. Seminar itu berlangsung 2 jam lebih sekian menit. Waktu yang relatif lama dibanding temen-temen seperjuangan. Ada juga temen yang sejam kelar.
"Fik kok lu udah selesai?"
"iya dong gue mah jawabnya lancar, haaha" Fiki yang mulai jam 9 keluar jam 10.
Semprop ini berbanding terbalik dengan waktu tes wawancara di UNhan, dalam waktu 15 menit saya berhasil lolos wawancara. Sementara temen saya lainnya dari TP hampir 1 jam.
Semprop usai, derasnya revisi-revisi yang direkam pada sebuah handphone siappp didengarkan. Sungguh lucu kalau mendengar lagi bagaimana saya menjawab pertanyaan2 dosen. Sedikit membingungkan tapi banyak juga kesalahan-kesalahan .Komposisi rekaman terdiri dari 90% masukan dosen, 8% sanggahan saya, dan sisanya, 2% hening.
Di siang itu, seminar Proposal atau semprop baru saja usai. Seminar proposal ini begitu menguras tenaga dan energi juga memakan hati saat ada pertanyaan di luar dugaan dan saya menjawab dengan bingungnya. Seminar itu berlangsung 2 jam lebih sekian menit. Waktu yang relatif lama dibanding temen-temen seperjuangan. Ada juga temen yang sejam kelar.
"Fik kok lu udah selesai?"
"iya dong gue mah jawabnya lancar, haaha" Fiki yang mulai jam 9 keluar jam 10.
Semprop ini berbanding terbalik dengan waktu tes wawancara di UNhan, dalam waktu 15 menit saya berhasil lolos wawancara. Sementara temen saya lainnya dari TP hampir 1 jam.
Semprop usai, derasnya revisi-revisi yang direkam pada sebuah handphone siappp didengarkan. Sungguh lucu kalau mendengar lagi bagaimana saya menjawab pertanyaan2 dosen. Sedikit membingungkan tapi banyak juga kesalahan-kesalahan .Komposisi rekaman terdiri dari 90% masukan dosen, 8% sanggahan saya, dan sisanya, 2% hening.
Seminar Proposal yang Berlangsung selama 2 Jam 9 menit |
Dari revisi tersebut, intinya pembimbing 1 mengintruksikan harus merubah metode penelitian dari kuantitatif murni, jadi mixed methods. Intinya, saya harus mampir ke pangandaran. Dan intinya, bingung bagaimana mengubah metode yang sudah di desain serapih yang saya rencanakan, diubah menjadi mixed methods.
Beberapa hari berikutnya,
tibalah waktu saya untuk pergi ke
Pangandaran menggunakan kereta. Kereta supercepat membawa saya dari stasiun pasar senen Jakarta menuju Pangandaran. Namun sangkning
cepatnya, bukannya ke Pangandaran, keretanya bablas ke Stasiun Purwokerto,
tempat kuliah S1.Ya sekitar 4 tahun 3bulan saya menghabiskan waktu di
Purwokerto.
Saya mampir
terlebih dahulu sambil bernostalgia disana. Sebentar, paling cuma 10 hari.wkwk Tempat
pertama yang saya kunjungi tentunya tempat saya menimba ilmu, yakni sekretariat
UKM PSHT Unsoed.
"tidak ada obat paling mujarab dari kerinduan selain diadakannya pertemuan"
Dari pertemuan itu, setidaknya rindu itu dilenyapkan oleh mata yang melihat secara langsung kondisi Purwokerto.
"tidak ada obat paling mujarab dari kerinduan selain diadakannya pertemuan"
Dari pertemuan itu, setidaknya rindu itu dilenyapkan oleh mata yang melihat secara langsung kondisi Purwokerto.
Dari zaman semester 1 sampai saya sarjana di
semeter 9, UKM tersebut yang menyebabkan saya merasa kuliah tanpa harus masuk
kelas.
Tempat yang berhasil saya kunjungi
waktu di Purwokerto, yakni Pendopo Unsoed, Masjid Mafaza, Masjid Jenderal Soedirman, tempat-tempat
angkrigan, burjo2, ramesan, baturaden,
dll. Sayangnya, saya tidak sempet ke Kampus MIPA Unsoed, tempat yang menjadi saksi kerasnya belajar fisika kuantum, mekanika, optoelektronika, dan mata kuliah lainnya yang telah saya lupakan.
sepuluh hari berlalu. Ini saatnya saya bergegas kembali pergi menuju tempat yang sesungguhnya. Dari
terminal Purwokerto, saya bergegas menuju Pangandaran.
Di Pangandaranpun saya tiba. Beberapa jam kemudian, saya disambut dengan gempabumi. wkwk. Gempabumi itu bisa berpotensi tsunami bisa enggak.
Entah kebetulan, penelitian saya juga tentang gemabumi dan tsunami.. Jadi saya merasa
disinilah ujian yang sebenernya terjadi. Ternyata penelitian ini cukup
efektif dalam menghadapi gempabumi.
Setelah selesai gempa,
alhamdulillah tidak ada tsunami.
Saya menghabiskan waktu di
Pangandara cukup lama, sekitar 4 hari. Aktivitas saya di Pangandaran dihabiskan untuk
berkunjung ke daerah Wisata sambil ngobrol2
tentang tsunami 2006 yang pernah terjadi di Pangandaran.
Orang-orang yang saya ajak ngobrol tentunya
orang-orang asli Pangandaran yang pernah ngerasain tsunami, bukan bukan turis
asing yang jelas.
Sambil nongkrong di warung kopi,
makan di warung, ngobrol2 dengan pemilik penginapan, dari karakteristik cara
bicaar mereka emang ada yang terbuka, ada yang pengen nangis pas cerita, ada
yang ketawa-ketawa, ada yang singkat jawabnya abis itu pergi,, dan macem2.
Dari beberapa cerita mereka tentang
tsunami, dapat saya rangkum menjadi suatu bentuk cerita, yang jelas derajat
cerita ini shahih karena sudah melewati tahap validasi, hehe.
Jadi cerita dari data kualitatif itu seperti ini.
Tsunami Pangandaran 17 Juli 2006:
Waktu 2006, Kabupaten
Pangadaran itu belum ada. Adanya Kabupaten Ciamis dimana Pangandaran masuk
dalam teritorial Kabupaten Ciamis. Kabupaten pangandaran sendiri baru ada tahun
2012. Presiden SBY memutuskan agar Pangandaran memisahkan diri dari Kabupaten Ciamis
lewat Undang-undangnya . Dan akhirnya terbentuklah Kabupaten Pangandaran yang
terdiri dari 10 Kecamatan.
Kita mulai cerita tsuaminya. Tsunami di Pangandaran diawali oleh gempabumi. Secara kronologis, sekitar jam 15.19
pada 17 Juli 2006 itu terjadi gempabumi sebesar 7.7 SR, tapi gempabuminya gak
terasa kata warga Pangandaran. Ada yang bilang terasa tapi kecil. Dan sebagian
besar warga Pagandaran itu belum pernah ngerasain yang namanya tsunami. Mungkin
hampir semuanya.
"gempabumi waktu itu gak terasa mas," satu contoh warga dari Pangandaran
"gempabumi waktu itu gak terasa mas," satu contoh warga dari Pangandaran
Jam 16.00..waktu dimana matahari
tidak terasa terik. Waktu itu adalah waktu yang sempurna untuk main di pantai
setelah sholat ashar. Setiap warga
memiliki aktivitasnya sendiri-sendiri. Bahkah jam 16.00 adalah waktu yang tepat
untuk menuggu senja lalu melihat sunset di Pangandaran. Nikmat dan cerah
suasana saat itu.
Tiba-tiba gelombang laut yang tingginya
abnormal datang. Fenomena yang tidak biasa. Gelombang terjadi 3 kali dimana
gelombang terakhir adalah yang terbesar. Karena besarnya, sampai masuk dalam
teritorial manusia. Tsunami itu terjadi setinggi kurang lebih 5 meter menurut
beberapa penelitian.
Dari arah laut, kapal-kapal nelayan
beberapa ada yang terbalik, ada juga yang ikut gelombang tsunami sampai
menghantam rumah warga.
Tsunami terjadi begitu mendadak. Tidak ada
peringatan dini akan adanya gempa yang berpotensi tsunami. BNPB sendiri baru
ada tahun 2008. Sementara BMKG sudah ada, tetapi masih dalam kendala
keterbatasan diseminasi informasi. Pada waktu itu, Nokia dominan dalam
menguasai dunia KeHapean. Dan internet tidaklah secepat zaman sekarang. Jadi
bisa dipastikan belum ada yang namanya smartphone dengan kualitas sinyal 5G. .
Ketika tsunami terjadi, warga
langsung panik.Iya lah panik. Gak nyantai kaya di pantai.
Kepanikan warga dapat tergambar
dalam beberapa kasus. Terdapat warga yang sedang memanjat pohon kelapa, setelah
mengetahui akan datang tsunami warga tersebut langsung lompat sambil peluka
sama pohon kelapa tanpa memijak terlebih dahulu. Karena hal tersebut, badan
pemanjat tersebut mengalami lecet bagian dada hingga perut.
Kasus lainnya, ada warga lari telanjang pas
pada teriak Tsunami. Mungkin dari kamar
mandi dan lupa pake anduk.
Berapa warga berhasil terhindar
dari paparan tsunami.
Beberapa warga tidak berhasil
terhindar dari paparan tsunami,tapi berhasil selamat dengan luka-luka di sekujur
tubuh.
Contoh kronologi dari luka
tersebut, ada warga yang sedang berada di atas kapal. Kapal sedang bersandar di Pantai. Pas tsunami,
orang itu gak sempet kabur dan tetap berada di atas kapal. Akibat tsunami, kapal
tersebut terbawa arus sampai akhirnya ada tiang di depan. Kapal menghantam
tiang. Kapal hancur dan tersisa puing2.
Setelahnya, orang tersebut terbawa
arus laut. Parahnya, terdapat benda tajam berupa patahan balok kayu di depan
orang tersebut. Naas, orang dan patahan kayu saling bentrok. Benda tajam
tersebut langsung merobek dan menembus kaki dari korban.
Untungya, ada tiang yang kuat yang
tidak terbawa arus. Korban langsung berpegangan tiang tersebut tanpa memikirkan
balok kayu yang tertacap di kakinya.
Untuk masalah pegangan benda kuat,
kejadian ini hampir mirip dengan apa yang dirasai oleh vokalis seventeen waktu di Banten. Dia
berhasil selamat karena berpengangan pada suatu media. Beberapa warga juga ada
yang selamat karena berpengangan dengan media yang kuat.
Lain lagi dengan nelayan dari
Pangandaran yang ada di tengah laut. Jadi nelayan yang sedang mencari ikan di
tengah laut sama sekali tidak mengetahui akan adanya tsunami. Itu artinya mereka
tidak merasakan adanya tsunami. Ketika kembali ke darat, mereka kira mereka
salah mendarat. Ternyata itu adalah rumah mereka yang habis kena tsunami.
Itu merupakan beberapa kisah nyata
dari warga yang berhasil selamat. Di sisi lain, sekitar 500 warga lainnya
bernasib tidak sama. Mereka dipanggil Yang Maha Kuasa saat kejadian itu.
Jasad-jasad ditemukan. Beberapa orang hilang.
Dapat diambil beberapa faktor dari penyebab
jumlah korban jiwa. Selain karena faktor ketidaktahuan akan adanya tsunami, waktu tsunami juga berbarengan dengan
beberapa acara di daerah Pesisir Kabupaten Pangandaran. Salah sataunya terdapat
pelatihan di Lapangan Dinas Sosial Pangandaran yang diikuti oleh berbagai
kalangan.
Ketika tsunami datang, warga-warga
tersebut terjebak pada lapangan yang dikelilingi tembok setinggi tiga meter. Akhirnya, kematian di Lapangan Dinas Sosial tak bisa dihindarkan.
Selain dampak korban jiwa dan
material, terdapat pula dampak dari
psikologis masyarakat yang merasakan terjangan tsunami dan berhasil selamat.
Hal tersebut disebabkan karena mereka melihat langsung besarnya ombak tsunami
yang menewaskan rekan atau keluarga.
Dampak psikologis lebih besar
dirasakan oleh anak-anak. Menurut pengakuan warga yang anaknya mengalami
tsunami dan berhasil selamat, anak tersebut mengalami trauma yang besar. Trauma
tsunami tersebut menyebabkan anak tersebut tidak ingin melihat laut. Selain itu, anak tersebut lumpuh akan
pelajaran perhitungan dasar seperti “satu tambah satu” hingga beberapa tahun.
Padahal anak tersebut berumur sudah berumur delapan tahun atau berada pada
kelas tiga Sekolah Dasar. Cara menyembuhkan trauma tersebut dengan pergi ke
sawah ataupun gunung.
Saya jadi ingat cerita seseorang
waktu kejadian tsunami Banten. Jadi waktu itu ada acara di Banten yang
bertepatan denga tsunami. Seorang suami ngajak istrinya untuk ikut acara
tersebut, namun sang istri menolak. Tapi karena paksaan, akhirnya istri
tersebut ikut.
Ketika acara tersebut, tsunami
datang dan menyambar pasangan suami istri tersebut. Sang suami berhasil selamat
dari gelombang tsunami, namun sang istri, adalah salah satu korban jiwa
dalam kejadian tsunami tersebut.
Mungkin kejadian itu adalah
penyesalan terbesarnya. Seandainya dia tak mengajak istri, pasti istrinya bakal
tetep ada sampai sekarang. Akibat kejadian itu, sang suami depresi berat. bahkan
“hampir gila”, kata orang yang ceritain cerita itu ke saya.
Banyak hikmah dari kejadian itu. Tapi
intiya, seluruh tragedi yang menimpa kita, semua tidak terlepas dari
kehendaknya.