jika menulis adalah sebuah Hobi, maka tak perlu alasan lagi mengapa saya menulis

Jumat, 06 Desember 2019

Pangandaran: Sunset di Tanah Tsunami


25 September 2019 pukul 12.30.
Di siang itu, seminar Proposal atau semprop baru saja usai. Seminar proposal ini begitu menguras tenaga dan energi juga memakan hati saat ada pertanyaan di luar dugaan dan saya menjawab dengan bingungnya. Seminar itu berlangsung 2 jam lebih sekian menit. Waktu yang relatif lama dibanding temen-temen seperjuangan. Ada juga temen yang  sejam kelar.
"Fik kok lu udah selesai?"
"iya dong gue mah jawabnya lancar, haaha" Fiki yang mulai jam 9 keluar jam 10.
Semprop ini berbanding terbalik dengan waktu tes wawancara di UNhan, dalam waktu 15 menit saya berhasil lolos wawancara. Sementara temen saya lainnya dari TP hampir 1 jam.
Semprop usai, derasnya revisi-revisi yang direkam pada sebuah handphone siappp didengarkan. Sungguh lucu kalau mendengar lagi bagaimana saya menjawab pertanyaan2 dosen. Sedikit membingungkan tapi banyak juga kesalahan-kesalahan .Komposisi rekaman terdiri dari 90% masukan dosen,  8% sanggahan saya, dan sisanya, 2% hening. 
Seminar Proposal yang Berlangsung selama 2 Jam 9 menit

Dari revisi tersebut, intinya pembimbing 1 mengintruksikan harus merubah metode penelitian dari kuantitatif murni, jadi mixed methods. Intinya, saya harus mampir ke pangandaran. Dan intinya, bingung bagaimana mengubah metode yang sudah di desain serapih yang saya rencanakan, diubah menjadi mixed methods. 
Beberapa hari berikutnya, tibalah  waktu saya untuk pergi ke Pangandaran menggunakan kereta. Kereta  supercepat  membawa saya dari stasiun pasar senen Jakarta menuju Pangandaran.  Namun sangkning cepatnya, bukannya ke Pangandaran, keretanya  bablas ke Stasiun Purwokerto, tempat kuliah S1.Ya sekitar 4 tahun 3bulan saya menghabiskan waktu di Purwokerto.
Saya mampir terlebih dahulu sambil bernostalgia disana. Sebentar, paling cuma 10 hari.wkwk Tempat pertama yang saya kunjungi tentunya tempat saya menimba ilmu, yakni sekretariat UKM PSHT Unsoed.
"tidak ada obat paling mujarab dari kerinduan selain diadakannya pertemuan"
Dari pertemuan itu, setidaknya rindu itu dilenyapkan oleh mata  yang melihat secara langsung kondisi Purwokerto.
 Dari zaman semester 1 sampai saya sarjana di semeter 9, UKM tersebut yang menyebabkan saya merasa kuliah tanpa harus masuk kelas.
Tempat yang berhasil saya kunjungi waktu di Purwokerto, yakni Pendopo Unsoed, Masjid Mafaza,  Masjid Jenderal Soedirman, tempat-tempat angkrigan, burjo2, ramesan, baturaden,  dll. Sayangnya, saya tidak sempet ke Kampus MIPA Unsoed, tempat yang menjadi saksi kerasnya belajar fisika kuantum, mekanika, optoelektronika, dan mata kuliah lainnya yang telah saya lupakan. 
sepuluh hari berlalu. Ini saatnya saya bergegas kembali pergi menuju tempat yang sesungguhnya. Dari terminal Purwokerto, saya bergegas menuju Pangandaran.
Di Pangandaranpun saya tiba.  Beberapa jam kemudian, saya disambut  dengan  gempabumi. wkwk. Gempabumi itu bisa berpotensi tsunami bisa enggak. Entah kebetulan, penelitian saya juga tentang gemabumi dan tsunami.. Jadi saya merasa disinilah ujian yang sebenernya terjadi.  Ternyata penelitian ini cukup efektif dalam menghadapi gempabumi.
Setelah selesai gempa, alhamdulillah tidak ada tsunami.
Saya menghabiskan waktu di Pangandara cukup lama, sekitar 4 hari.  Aktivitas saya di Pangandaran dihabiskan untuk berkunjung ke daerah Wisata  sambil ngobrol2 tentang tsunami 2006 yang pernah terjadi di Pangandaran.
 Orang-orang yang saya ajak ngobrol tentunya orang-orang asli Pangandaran yang pernah ngerasain tsunami, bukan bukan turis asing yang jelas.
Sambil nongkrong di warung kopi, makan di warung, ngobrol2 dengan pemilik penginapan, dari karakteristik cara bicaar mereka emang ada yang terbuka, ada yang pengen nangis pas cerita, ada yang ketawa-ketawa, ada yang singkat jawabnya abis itu pergi,, dan macem2.
Dari beberapa cerita mereka tentang tsunami, dapat saya rangkum menjadi suatu bentuk cerita, yang jelas derajat cerita ini shahih karena sudah melewati tahap validasi, hehe.

Jadi cerita dari data kualitatif itu seperti ini.
Tsunami Pangandaran 17 Juli 2006:
Waktu 2006, Kabupaten Pangadaran itu belum ada. Adanya Kabupaten Ciamis dimana Pangandaran masuk dalam teritorial Kabupaten Ciamis. Kabupaten pangandaran sendiri baru ada tahun 2012. Presiden SBY memutuskan agar Pangandaran memisahkan diri dari Kabupaten Ciamis lewat Undang-undangnya . Dan akhirnya terbentuklah Kabupaten Pangandaran yang terdiri dari 10 Kecamatan.
Kita mulai cerita tsuaminya. Tsunami di Pangandaran diawali oleh gempabumi. Secara kronologis, sekitar jam 15.19 pada 17 Juli 2006 itu terjadi gempabumi sebesar 7.7 SR, tapi gempabuminya gak terasa kata warga Pangandaran. Ada yang bilang terasa tapi kecil. Dan sebagian besar warga Pagandaran itu belum pernah ngerasain yang namanya tsunami. Mungkin hampir semuanya.
"gempabumi waktu itu gak terasa mas," satu contoh warga dari Pangandaran
Jam 16.00..waktu dimana matahari tidak terasa terik. Waktu itu adalah waktu yang sempurna untuk main di pantai setelah sholat ashar.  Setiap warga memiliki aktivitasnya sendiri-sendiri. Bahkah jam 16.00 adalah waktu yang tepat untuk menuggu senja lalu melihat sunset di Pangandaran. Nikmat dan cerah suasana saat itu.  
Tiba-tiba gelombang laut yang tingginya abnormal datang. Fenomena yang tidak biasa. Gelombang terjadi 3 kali dimana gelombang terakhir adalah yang terbesar. Karena besarnya, sampai masuk dalam teritorial manusia. Tsunami itu terjadi setinggi kurang lebih 5 meter menurut beberapa penelitian.
Dari arah laut, kapal-kapal nelayan beberapa ada yang terbalik, ada juga yang ikut gelombang tsunami sampai menghantam rumah warga.
 Tsunami terjadi begitu mendadak. Tidak ada peringatan dini akan adanya gempa yang berpotensi tsunami. BNPB sendiri baru ada tahun 2008. Sementara BMKG sudah ada, tetapi masih dalam kendala keterbatasan diseminasi informasi. Pada waktu itu, Nokia dominan dalam menguasai dunia KeHapean. Dan internet tidaklah secepat zaman sekarang. Jadi bisa dipastikan belum ada yang namanya smartphone dengan kualitas sinyal 5G. .  
Ketika tsunami terjadi, warga langsung panik.Iya lah panik. Gak nyantai kaya di pantai.

Kepanikan warga dapat tergambar dalam beberapa kasus. Terdapat warga yang sedang memanjat pohon kelapa, setelah mengetahui akan datang tsunami warga tersebut langsung lompat sambil peluka sama pohon kelapa tanpa memijak terlebih dahulu. Karena hal tersebut, badan pemanjat tersebut mengalami lecet bagian dada hingga perut.
 Kasus lainnya, ada warga lari telanjang pas pada teriak Tsunami.  Mungkin dari kamar mandi dan lupa pake anduk.
Berapa warga berhasil terhindar dari paparan tsunami.
Beberapa warga tidak berhasil terhindar dari paparan tsunami,tapi berhasil selamat dengan luka-luka di sekujur tubuh.
Contoh kronologi dari luka tersebut, ada warga yang sedang berada di atas kapal.  Kapal sedang bersandar di Pantai. Pas tsunami, orang itu gak sempet kabur dan tetap berada di atas kapal. Akibat tsunami, kapal tersebut terbawa arus sampai akhirnya ada tiang di depan. Kapal menghantam tiang. Kapal hancur dan tersisa puing2.
Setelahnya, orang tersebut terbawa arus laut. Parahnya, terdapat benda tajam berupa patahan balok kayu di depan orang tersebut. Naas, orang dan patahan kayu saling bentrok. Benda tajam tersebut langsung merobek dan menembus kaki dari korban.
Untungya, ada tiang yang kuat yang tidak terbawa arus. Korban langsung berpegangan tiang tersebut tanpa memikirkan balok kayu yang tertacap di kakinya.
Untuk masalah pegangan benda kuat, kejadian ini hampir mirip dengan apa yang dirasai  oleh vokalis seventeen waktu di Banten. Dia berhasil selamat karena berpengangan pada suatu media. Beberapa warga juga ada yang selamat karena berpengangan dengan media yang kuat.
Lain lagi dengan nelayan dari Pangandaran yang ada di tengah laut. Jadi nelayan yang sedang mencari ikan di tengah laut sama sekali tidak mengetahui akan adanya tsunami. Itu artinya mereka tidak merasakan adanya tsunami. Ketika kembali ke darat, mereka kira mereka salah mendarat. Ternyata itu adalah rumah mereka yang habis kena tsunami.
Itu merupakan beberapa kisah nyata dari warga yang berhasil selamat. Di sisi lain, sekitar 500 warga lainnya bernasib tidak sama. Mereka dipanggil Yang Maha Kuasa saat kejadian itu. Jasad-jasad ditemukan. Beberapa orang hilang.
Dapat diambil beberapa faktor dari penyebab jumlah korban jiwa. Selain karena faktor ketidaktahuan akan adanya tsunami,  waktu tsunami juga berbarengan dengan beberapa acara di daerah Pesisir Kabupaten Pangandaran. Salah sataunya terdapat pelatihan di Lapangan Dinas Sosial Pangandaran yang diikuti oleh berbagai kalangan.
Ketika tsunami datang, warga-warga tersebut terjebak pada lapangan yang dikelilingi tembok setinggi tiga meter.  Akhirnya, kematian  di Lapangan Dinas Sosial tak bisa dihindarkan.
Selain dampak korban jiwa dan material, terdapat pula  dampak dari psikologis masyarakat yang merasakan terjangan tsunami dan berhasil selamat. Hal tersebut disebabkan karena mereka melihat langsung besarnya ombak tsunami yang menewaskan rekan atau keluarga.
Dampak psikologis lebih besar dirasakan oleh anak-anak. Menurut pengakuan warga yang anaknya mengalami tsunami dan berhasil selamat, anak tersebut mengalami trauma yang besar. Trauma tsunami tersebut menyebabkan anak tersebut tidak ingin melihat laut.  Selain itu, anak tersebut lumpuh akan pelajaran perhitungan dasar seperti “satu tambah satu” hingga beberapa tahun. Padahal anak tersebut berumur sudah berumur delapan tahun atau berada pada kelas tiga Sekolah Dasar. Cara menyembuhkan trauma tersebut dengan pergi ke sawah ataupun gunung.
Saya jadi ingat cerita seseorang waktu kejadian tsunami Banten. Jadi waktu itu ada acara di Banten yang bertepatan denga tsunami. Seorang suami ngajak istrinya untuk ikut acara tersebut, namun sang istri menolak. Tapi karena paksaan, akhirnya istri tersebut ikut.
Ketika acara tersebut, tsunami datang dan menyambar pasangan suami istri tersebut. Sang suami berhasil selamat dari gelombang tsunami, namun sang istri,  adalah salah satu korban jiwa dalam kejadian tsunami tersebut.
Mungkin kejadian itu adalah penyesalan terbesarnya. Seandainya dia tak mengajak istri, pasti istrinya bakal tetep ada sampai sekarang. Akibat kejadian itu, sang suami depresi berat. bahkan “hampir gila”, kata orang yang ceritain cerita itu ke saya. 
Banyak hikmah dari kejadian itu. Tapi intiya, seluruh tragedi yang menimpa kita, semua tidak terlepas dari kehendaknya.

Share: