jika menulis adalah sebuah Hobi, maka tak perlu alasan lagi mengapa saya menulis

Sabtu, 30 Maret 2019

MODIFIKASI MINDSET di Sini



Mindset Satu Setengah Tahun yang Lalu
Pagi ini, saya jadi teringat ambisi utama saya sekitar satu setengah tahun yang lalu, yaitu ambisi untuk masuk Universitas ‘Impian’ yang saya impikan waktu itu.

Universitas yang  menjadi rencana hidup selanjutnya setelah saya sarjana, meningkatkan intensitas berdoa, tahajjud, dan dalam suatu sujud yang panjang saya meminta agar dimasukkan pada Universitas Belanegara tersebut.

Jika saya masuk ke Universitas itu, saya berjanji pada diri sendiri untuk berusaha berprinsip agama sentris (libatkan agama dalam setiap mengambil keputusan). Sambil kuliah, saya ingin belajar agama mengingat dangkalnya ilmu saya tentang agama, dan mempelajari ilmu Remote Sensing diniatkan sebagai ibadah. Lalu setelah lulus s2 nanti,  saya ingin berkontribusi positif untuk Negara. Impian yang terlalu tinggi sepertinya.

Selain itu, setelah lulus kuliah s2, saya  berambisi  agar dapat kerja di tempat gaji yang besar yang membuat saya dapat menabung hingga mempunyai rumah pribadi. Lalu saya dapat dihormati orang-orang banyak karena derajat status sosial yang tinggi. Rumah tersebut terdapat tempat untuk saya latihan pencak silat dan kalau bisa saya punya lapangan yang luas agar bisa mendirikan tempat latihan. Lalu dapat mencetak atlet-atlet berprestasinya PSHT. Hehe
Saya melakukan pendaftaran tes masuk Universitas terseebut dengan modal ipk s1 pas-pasan ( 3,09) dan  nilai UEPT 417. UEPT itu sama dengan percis TOEFL mulai dari metode penilaian sampai komposisi soal. Yang membedakan hanya lembaga pelaksana,  UEPT itu pelaksananya Unsoed sendiri.
Saya menyadari untuk masuk ke tempat ‘impian’ tersebut harus belajar Inggrsis yang intensif.  Singkatnya, dengan usaha dan doa akhirnya sayapun lolos tes TOEFL, lanjut tes psikologi, tes wawancara, lalu selesai. (cerita lengkap perjuangan untuk masuk Universitas Pertahanan).

Pagi ini saya sadar, saya telah menjadi bagian dari Universitas yang pernah saya  ‘impikan’ dulu. Saya masuk ke Universitas yang saya jadikan doa-doa. Setelah Allah Meng-ACC doa saya, bagaimana kuliah disana, senang? Biasa aja. Hehe. Seharusnya saya selalu sadar perjuangan dan doa dulu, dan menjadi modal saya untuk selalu bersyukur dan mengurangi keluhan.  

Merasa Paling Bodoh
Disini saya ketemu orang-orang luar biasa dari berbagai macam background. Mulai dari peneliti senior di Kompas, bisa dibilang beliau dosen yang menyamar jadi mahasiswa hehe. Ada yang habis s2 sudah dipanggil dosen s1nya untuk jadi dosen di kampusnya. Ada juga yang jadi lulusan terbaik di kampusnya. Para TNI yang sudah banyak makan garam di bidangnya, Master scopus, master desain grafis, master Software GIS, master coding, master buat aplikasi dan lain-lain.
Sementara saya disini hanyalah orang yang masih perlu banyak belajar. Saya merasa semua orang yang di prodi ini lebih pintar dari saya. Tapi saya bersyukur, karena saya berada di kelilingi orang-orang yang luar biasa. Saya tidak perlu berusaha untuk menjadi lebih hebat dari mereka. Saya hanya perlu banyak-banyak belajar dari mereka. Tak perlu bersaing tapi saling berbagi ilmu dan bekerja sama agar sama-sama berkembang menjadi lebih baik.

AGHT: ASMARA
Setelah saya masuk ke sini, saya merasa dengan perlahan mindset itu memudar karena AGHT yang bergerak secepat dinamika kampus. Saya ingin fokus belajar, tapi ada aja Ancaman-ancaman nyata yang membiaskan mindset tersebut. Salah satunya cerita tentang asmara.
 Memikirkan kuliah dan asmara sekaligus bagi saya seperti meletakkan air dan api dan satu tempat. Api semangat untuk mencari ilmu akan diredam dengan hujan dimana tiap rintiknya, selalu merefleksikan wajahnya, hehe. 
Tema tentang asmara adalah salah satu tema cerita  yang paling menarik,tapi saya gak mau cerita banyak tentang hal ini setelah saya merasa gagal dalam hal ini. 
 Saat ingin fokus, ada aja temen atau mentor yang selalu bahas suatu ibadah yang disebut ‘nikah’.
 “Saya dulu nikah Cuma modal nekat gak punya apa-apa2, tapi alhamdulillah ada aja rezeki yang gak kita duga-duga. Jadi gausah takut untuk nikah” Mentor Mayor Laut Wahyu Kurniawan DP (2019) yang menjadi teman sekamar saya.

Katanya agama sentris? Nikah kan bagian ibadah,  harus dibahas dong mindsetnya gimana ?Udah, kita skip aja, haha.  Intinya saya harus banyak-banyak berdoa, semoga Allah berikan kita jodoh yang terbaik dimana jodoh tersebut sevisi, dan akan menjadi partner hidup kita. Lalu bersamanya bekerja sama untuk meraih surga juga  ridho-Nya. Aamiin

Tambahan Quote dari dosen: kita terlalu fokus mencintai hal yang istimewa, sehingga kita lupa untuk mencintai hal-hal yang sederhana, seperti mencintai angin yang berhembus tiap pagi.  

Modifikasi Mindset
Angin berhembus ke kanan ke kiri, menggeser mindset sedikit demi sedikit ke suatu tempat entah lebih baik atau lebih buruk.
Mindset saya pagi ini terlalu banyak revisi sehinga tidak lagi identik dengan mindset sebelum masuk Universitas ini.  
Tapi satu hal, Agama sentris.  Saya ingin membentuk mindset yang selaras mungkin dengan agama.
Hal yang sangat sulit dan menjadi salah satu program jangka panjang, saya ingin membuang hasrat duniawi secara perlahan. Itu artinya, keinginan duniawi kerja ditempat yang menghasilkan gaji yang besar perlahan harus dihilangkan.
Pernah saya pusing memikirkan setelah lulus nanti, saya bakal kerja dimana?  saya sendiri tidak mempunyai pengalaman kerja. Tapi Allah menjawab:
Tak ada satupun yang bergerak di muka bumi kecuali Allah yang menanggung rizkinya”(QS.Hud)
yang aku khawatirkan bukanlah kemiskinan, namun saling berbangganya kalian dengan harta”(HR.Ahmad), belum tahu derajat keshahihannya.

Sekarang, hilangkan rasa takut tak bisa mendapatkan pekerjaan, yang terpenting saya bisa menerapkan ilmu yang saya dapatkan dan bermanfaat untuk banyak orang. Allah akan membukakan rezeki buat mereka yang bekerja ikhlas.
Jika saya kerja nanti, saya ingin kerja dengan ikhlas sebagai ibadah bukan untuk mengejar status sosial. Walau sebenernya posisi status itu penting, kita gak punya wewenang mengajar mahasiswa kalo status kita belum resmi jadi dosen. Kita tidak punya wewenang merubah kebijakan Fakultas kalau status kita bukan sebagai Dekan. Jadi gimana?  saya akan jalanin kerja tanpa mengharap status sosial, jika Allah memberikan rezeki berupa derajat status yang lebih tinggi, maka itu amanah yang datang dari Allah bukan karena kehebatan kita. 

Kerja sebagai ibadah artinya kerja karena mengharapkan pahala dari Allah. Cara mendapatkan pahala dari pekerjaan yaitu  kita dapat bermanfaat untuk orang banyak sehingga menghasilkan pahala.Cara yang elegan untuk mendapat pahala dalam pekerjaan.  Saya terima berapapun besar rezeki yang saya dapatkan.

Kuliah & Kerja Ikhlas
Walaupun begitu, ancaman-ancaman nyata dan potensial selalu ada dan menghasilkan penyakit hati yang disebut ujub. Salah satu musuh terbesar saya pribadi adalah rasa riya ataupun ingin diakui. Saya takut tiap amalan yang saya kerjakan itu semata-mata bukan untuk mengharapkan ridho Allah tapi karna ingin orang lain tahu dan mengakui bahwa kita telah berbuat manfaat.
Saya ingin membuang rasa ingin diakui.
Dari hal tersebut,  saya ingin memberikan manfaat untuk orang banyak tanpa harus diketahui orang-orang banyak tersebut.

Lalu di Universitas ini, saya ingin belajar bukan untuk IPK dan bukan pula menjadi rangking 1, tapi untuk ilmu. Ilmu dunia yang diproyeksikan untuk ibadah. Belajar untuk menuntut ilmu, menuntut ilmu sejalan dengan hadits , sehingga saya dapat menarik belajar semata-mata sebagai ajang beribadah kepadanya.

LALU APAKAH MINDSET INI AKAN BERJALAN? Atau berevolusi lagi?

Share: